SAVANA
Smith dan Smith (2000) menyatakan bahwa savana, (Spanyol = cavennna), mula-mula dipakai untuk menyebutkan daerah padang penggembalaan tropik akan tetapi belakangan ini savana dipahami juga sebagai hutan dan padang belukar. Ramade (1996) dan Shrivastava (1997) menyatakan bahwa savana adalah padang rumput tropika sedangkan Humpherys (1991) menyatakan bahwa savana adalah salah satu bentuk hutan musim meranggas tropika.
Istilah savana pertama kali dipakai orang untuk menamakan suatu bentuk lanskap yang digunakan sebagai padang
penggembalaan secara kontinyu, penutupan tanah yang rapat dengan atau
tanpa kehadiran pohon yang jika ada akan membentuk asosiasi yang
menyebar (Jones et al., 1987).
Deshmukh (1992) menyebutkan bahwa savana adalah ekosistem yang pada strata rendah ditumbuhi oleh tumbuhan herbaceous terutama rumput C4 dan secara nyata rumput-rumputan ini membentuk asosiasi bersama dengan komponen pohon dan semak belukar. Menurut Deshmukh, savana secara tradisional digunakan sebagai kawasan perladangan, padang penggembalaan dan hutan.
Deshmukh (1992) menyebutkan bahwa savana adalah ekosistem yang pada strata rendah ditumbuhi oleh tumbuhan herbaceous terutama rumput C4 dan secara nyata rumput-rumputan ini membentuk asosiasi bersama dengan komponen pohon dan semak belukar. Menurut Deshmukh, savana secara tradisional digunakan sebagai kawasan perladangan, padang penggembalaan dan hutan.
McNaughton
dan Wolf (1990) dengan menggunakan pendekatan panen biomassa
mengemukakan pendapat bahwa savana adalah komunitas tumbuhan yang
bersekala regional dan merupakan suatu komunitas antara. Struktur
ekosistemnya tersusun atas pohon-pohon yang menyebar dengan kanopi yang
terbuka
sehingga memungkinkan rumput untuk tumbuh di lantai komunitas. Jika
populasi pohon mendominasi maka savana demikian disebut sebagai hutan
savana. Sebaliknya jika kehadiran pohon tidak signifikan maka savana
demikian adalah savana padang rumput (treeless savana). Pakar silvikultur, Daniel et al.
(1995), mengkategorikan savana sebagai hutan. Penulis ini memberi
penjelasan yang sangat komprehensif tentang bentuk dan proses terjadinya
savana sebagai berikut. Musim kemarau yang panjang dan kering
memberikan pengaruh yang nyata terhadap terbentuknya hutan musim atau
hutan monsoon. Ciri hutan ini, antara lain, hampir semua jenis
pohon menggugurkan daun pada musim kemarau, pohonnya tidak begitu tinggi
dan banyak cahaya yang menembus ke lantai. Bila mana curah hujan
benar-benar sangat musiman dengan musim kemarau sangat berangin, dan
barangkali faktor-faktor lain juga berpengaruh (masalah yang sangat
kontroversial), maka hutan musim akan berkembang menjadi savana karena
bertambahnya kekeringan.
Sekarang yang menjadi titik pertanyaan, mengapa savana bisa tampak sebagai padang rumput tetapi bisa pula tampak sebagai hutan..
Guna memahami fenomena tersebut maka perlu diperkenalkan dua buah istilah dalam dunia ekologi tanaman, yaitu suksesi vegetasi dan klimaks vegetasi. Gerangan apakah ini?
Suksesi vegetasi, dan ini pasti berbeda dengan suksesi gubernur dan presiden, adalah peristiwa pergantian komunitas vegetasi dari suatu aras (stage) ke aras berikutnya yang lebih kompleks. Sebagai contoh, ketika pada tahun 1883 G. Krakatau meletus maka daratan pulau Krakatau bersih sama sekali dari tumbuhan. Dua tahun setelah letusan maka tumbuhan pertama adalah ganggang biiru dan hijau di dekat pantai pulau. Lima tahun kemudian, komunitas tumbuhan paku-pakuan mendominasi. Sepuluh tahun kemudian, komunitas rumput tumbuh dan membentuk padang rumput. Dua puluh lima tahun setelah meletus, padang rumput mulai bercampur dengan semak belukar. Pohon Ficus macaranga tumbuh berpencaran di padang rumput belukar tersebut. Lantas, 40-50 tahun kemudian asosiasi pohon mulai membantuk hutan. Akhirnya, seratus tahun kemudian, pual Krakatau telah didominasi oleh hutan hujan tropis. Nah, pergantian dari satu status komunitas ke komunitas lainnya disebut sebagai suksesi. Ketika 100 tahun kemudian, ketika hutan telah mendominasi P. Krakatau maka kondisi ini disebut sebagai klimaks vegetasi. Apa yang menentukan klimaks vegetasi. Ada beberapa hal tetapi yang terpenting adalah curah hujan. Jika curah hujan rata-rata tahunan suatu daerah tinggi (3000 - 4000 mm/tahun atau lebih besar) maka klimaks vegetasi akan menuju hutan.
Namun demikian, klimaks bisa tertahan. Mengapa? Karena faktor alami dan antropogenik (perbuatan manusia). Klimaks harusnya hutan tetapi karena pohon-pohon sering ditebas maka yang terbentuk padang rumput. Dalam keadaan demikian maka klimaks yang terbentuk disebut sebagai klimaks tertahan (sub-klimaks). Maka, bagaimana dengan savana?Mari kita ikuti pendapat beberapa ahli berikut ini.
Jones
et al., 1987; Ewusie, 1990; Desmukh, 1992 menganggap bahwa savana
adalah klimaks yang sejalan dengan degradasi hujan Sedangkan beberapa
pakar lain seperti Shrivastava (1997) menganggap bahwa savana merupakan
klimaks karena faktor biotik, terutama api dan penggembalaan. Dengan
menggunakan teori struktur vegetasi atau disebut juga spektrum vegetasi,
Bourliere dan Hadley (Lal, 1987), mengemukakan pendapat tentang savana
dan proses pembentukannya secara komprehensif. Dinyatakan bahwa struktur
savana selalu ditandai oleh 1) Strata rumput yang jelas dan merata yang
diinterupsi pohon dan semak; 2) Kehadiran api dan hewan perumput; 3)
Pola pertumbuhan komponen biotik ditentukan oleh pergantian di antara
musim basah dan musim kering.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar